UJI ZONA
HAMBAT MINYAK ATSIRI DAUN SEREH
SAYUR
(Cymbopogon citratus (DC)
Stapf) TERHADAP Staphylococcus aureus PENYEBAB
INFEKSI PADA KULIT
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam
menyelesaikan Program Sarjana Strata
Satu
(S1) pada Jurusan Biologi FMIPA
Universitas Tadulako
ARIF
RAHMAN JABAL
G
401 07 036
JURUSAN
BIOLOGI
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS
TADULAKO
JUNI 2011
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Judul : Uji Zona
Hambat Minyak Atsiri Daun Sereh Sayur
(Cymbopogon citratus (DC)
Stapf) Terhadap Staphylococcus
aureus Penyebab Infeksi Pada Kulit.
Nama
: Arif Rahman Jabal
Stambuk
: G 401 07 036
Telah diperiksa dan setujui untuk diajukan
Pembimbing
I Pembimbing
II
Musjaya M.Guli,
S.Si,M.Si Syariful
Anam, S.Si,Apt,M.Si
NIP.
1967701311999031001 NIP. 19800226200511001
Mengetahui
Jurusan Biologi
FMIPA Universitas Tadulako
Drs. Elijonnahdi, M.Si
NIP. 196107251991031002
PENGESAHAN
DEWAN PENGUJI
Judul : Uji Zona
Hambat Minyak Atsiri Daun Sereh Sayur (Cymbopogon citratus (DC) Stapf) Terhadap
Staphylococcus aureus Penyebab Infeksi Pada Kulit.
Nama
: Arif Rahman Jabal
Stambuk
: G 401 07 036
DEWAN
PENGUJI
Ketua :
Drs. Elijonnahdi, M.Si ......................
Sekretaris :
Muh. Alwi, S.Si, M.Si ......................
Penguji I : Miswan, S.Pd, M.Si ......................
Penguji II : Wahyu Harso, S.Si, M.Si ......................
Penguji III : Prof.
Dr. Ramadanil Pitopang, M.Si ......................
Penguji IV : Musjaya
M. Guli, S.Si, M.Si ......................
Penguji V :
Syariful Anam, S.Si, Apt, M.Si ......................
Mengetahui,
Dekan Fakultas
MIPA
Universitas
Tadulako
Drs. Abdullah,
M.T
NIP.
196202171991031002
P E R N Y A T A A N
Dengan
ini saya menyatakan bahwa dalam tugas akhir ini tidak terdapat karya yang
pernah yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar keserjanaan di suatu Perguruan
Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis
diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Palu,
30 Mei 2011
Penulis,
Arif Rahman Jabal
G 401 07 036
HALAMAN PERSEMBAHAN
Semakin tua usia
Semakain berat
cobaan yang dirasa
Hidup penuh
dengan keterbatasan
Merasa hidup
sendirian, kesepian dan tidak berguna
Perlu kesabaran
dan ketelatenan untuk merawatnya
Agar mereka
bersemangat untuk menjalani masa tuanya
Semangat,
senyuman dan ungkapan rasa senang dari mereka
Merupakan suatu
pamrih yang tidak ternilai harganya
Skripsi ini
penulis persembahkan kepada:
1.
Ayahanda Drs. Muh. Ruslim
2.
Ibunda Nur Intan, S. Pd
3.
Adinda Abdi Akbar
4.
Adinda Rela Alam
5.
Adinda Fajar Jihad
6.
Adinda Ummu Amalia
ABSTRAK
Pada
penelitian ini telah dilakukan uji aktivitas antibakteri minyak atsiri daun sereh
sayur (Cymbopogon citratus (DC) Staph.). Isolasi minyak atsiri
dilakukan dengan metode destilasi uap. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui daya antibakteri minyak atsiri daun
sereh sayur terhadap bakteri Staphylococcus aureus penyebab infeksi pada kulit. Indikator yang diamati adalah zona hambat. Penelitian ini bersifat eksperimental dengan rancangan penelitian
berupa rancangan acak lengkap. Metode difusi sumuran
dengan konsentrasi ekstrak 0%v/v, 6,25%v/v, 12,5%v/v ,25%v/v, 50%v/v,100%v/v digunakan untuk mengetahui diameter zona hambat
dengan masing-masing perlakuan digunakan tiga kali ulangan. Data diameter zona inhibisi dianalisis secara statistik menggunakan ANOVA. Konsentrasi minyak atsiri ekstrak daun sereh sayur (Cymbopogon
citratus (DC) staph) yang berbeda berpengaruh terhadap diameter zona
hambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus
aureus. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan
bahwa minyak atsiri memiliki potensi sebagai antibakteri dengan konsentrasi
efektif 12,5% v/v.
Kata kunci : Daun sereh sayur (Cymbopogon citratus (DC)
Staph), Destilasi uap, Minyak atsiri, Staphylococcus aureus, Antibakteri
ABSTRACT
The
recearch did to Tested of activity antibacteria from esential oil leafs of
lemon grass (Cymbopogon citratus (DC)
Staph). Isolation esential oil used with steam destilasion method. This
recearch aims to know esential oil antibacteria from leafs of lemon grass to Staphylococcus aureus bacteria is cause
infection from surface of skin. Indicator perceived is zona barrier. This recearch character of
eksperimental with completely randomized design. This recearh used Diffusion method is wells
method with consentration extract is 0%v/v, 6,25%v/v, 12,5%v/v ,25%v/v, 50%v/v,100%v/v used for know diameter
zona barrier with treatments used threes repeat. Result of diameter zona
barrier analysis to used ANOVA.
Different concentration of esential oil
extract leafs of lemon grass influence to diameter zona barrier growth Staphylococcus aureus bacteria. Pursuant
to result this recearch conclusion is esential oil can potency as antibacteria with
effective concentration is 12,5% v/v.
Keyword :
Leafs lemon grass (Cymbopogon citratus (DC)
Staph), Steam destilation, asential
oil, Staphylococcus aureus, antibacteria.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah
segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah
memberikan rahmat, hidayah, berkah dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Uji Zona Hambat
Minyak Atsiri Ekstrak Daun Sereh Sayur (Cymbopogon
citratus (DC) Staph) Terhadap Staphylococcus
aureus Penyebab
Infeksi Pada Kulit”.
Skripsi ini
disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Biologi di
Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Tadulako Palu.
Terselesaikannya penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari arahan dan
bimbingan dari Bapak Musjaya M.Guli, S.Si, M.Si sebagai Pembimbing I dan Bapak Syariful
Anam,S.Si, Apt, M.Si sebagai Pembimbing II yang penuh kesabaran dan semangat
memberikan bimbingan, motivasi serta sumbangan pemikiran kepada penulis.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih yang setulus-tulusnya semoga Allah SWT
membalasnya dengan pahala yang setimpal.
Penulis
menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan,
arahan dan bimbingan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada:
1.
Rektor Universitas
Tadulako
2.
Bapak
Drs. Abdullah, M.T selaku Dekan Fakultas MIPA
3.
Bapak
Drs.Elijonnahdi, M.Si sebagai Ketua Jurusan Biologi FMIPA
4.
Ibu
Dr.Umrah, M.Si sebagai sekretaris Jurusan Biologi FMIPA
5.
Seluruh
staf pengajar Jurusan Biologi FMIPA
6.
Seluruh
staf analis Laboratorium Kesehatan Kota Palu yang telah banyak melayani dan
membimbing penulis selama melakukan penelitian.
7.
Teman-teman
Ikatan Himpunan Mahasiswa Biologi Indonesia (IKAHIMBI) yang menjadi motivator
bagi saya selama penulis menyusun.
8.
Rekan-rekan
pengurus Badan Perwakilan Mahasiswa FMIPA yang selalu memberi dorongan pada
penulis.
9.
Rekan-rekan
pengurus Himpunan Mahasiswa Biologi FMIPA yang memberi banyak sumbangsih
kehidupan.
10. Teman-teman seperjuangan angkatan 2007
Jurusan Biologi FMIPA yang tetap solid, saling bahu-membahu untuk sampai pada
suatu tujuan bersama.
11. Keluarga besarku yang selalu memberikan
support, doa dan motivasi di saat penulis melewati masa-masa sulit ( Kakek,
Nenek, Tante Tenri, Tante linda, Tante daya, Tante ida, Om suardi, Om riswan, Om sommeng, soling, fadzah dan Naufal dll).
12. Sahabatku Fitriana said yang selalu
menginspirasi sehingga penulis tetap berjuang
dan semangat.
13. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan
satu per satu, terima kasih atas dukungan dan doanya.
Penulis
menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan,
untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun guna penyempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Palu,
Mei 2011
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ........................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………………… ii
HALAMAN PENGESAHAN DEWAN PENGUJI …………………….... iii
HALAMAN PERNYATAAN ……………………………………… iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ……………………………………… v
ABSTRAK ……………………………………………………………… vi
ABSTRACT …………………………………………………………... vii
KATA PENGANTAR ……………………………………………… viii
DAFTAR ISI ………………………………………………….......... x
DAFTAR TABEL ……………………………………………….......... xi
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………… xii
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………… xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang ………………………………….................... 1
1.2. Rumusan masalah …………………………………........ 4
1.3. Tujuan penelitian …………………………………........ 5
1.4. Manfaat penelitian …………………………………........ 5
1.5. Batasan penelitian …………………………………........ 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman sereh sayur (Cymbopogon citratus (DC) Staph.) … 6
2.2.
Minyak atsiri ……………………………………………… 8
2.3.
Ekstraksi ………………………………………….. 11
2.4. Staphyloccus aureus ………………………………………... 15
2.5.
Aktivitas antibakteri …………………………………….... 20
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan tempat …………………………………….... 27
3.2. Alat dan bahan ……………………………………………… 27
3.3. Prosedur kerja ………………………………………………
27
3.4. Analisa data ………………………………………………
31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil pengamatan ……………………………………… 32
4.2. Pembahasan ……………………………………………… 35
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan ……………………………………………… 42
5.2. Saran ……………………………………………………… 42
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………….... 43
LAMPIRAN-LAMPIRAN …………………………………………….... 46
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
4.1.
Hasil uji hambat minyak atsiri terhadap bakteri
Staphylococcus
aureus ..................................................................... 32
4.2.
Analisis ragam
zona hambat minyak atsiri ekstrak daun sereh sayur (Cymbopogon
citratus (DC) Staph) terhadap bakteri Staphylococcus
aureus ................................................................................................
33
4.3.
Analisis Beda Nyata terkecil (BNT) ..................................................
34
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
2.1. Bakteri Staphylococcus aureus ..........................................................
16
4.1. Histogram zona hambat pertumbuhan
bakteri Staphylococcus
aureus ................................................................................................. 33
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Hasil
pengamatan zona hambat pada medium NA
..................... 46
2. Analisa
data ............................................................................... 48
3. Foto-foto
kegiatan penelitian ....................................................... 52
4. Kerangka
alur penelitian ............................................................. 54
g
g
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
belakang
Kulit
adalah organ terbesar pada tubuh manusia dan merupakan garis pertahanan utama
dari serangan infeksi yang berasal dari luar. Kulit mempunyai sistem kekebalan sendiri yang
dirusak oleh mikroorganisme (Davies, 1998). Manusia hidup di alam selalu kontak
dengan mikroorganisme, bakteri, virus, fungi, dan berbagai bentuk kehidupan
parasit. Infeksi terjadi bila mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh
menyebabkan berbagai gangguan fisiologi normal tubuh sehingga timbul penyakit
infeksi. Penyakit infeksi mempunyai kemampuan menular pada orang lain yang
sehat sehingga populasi penderita dapat meluas (Wattimena dkk., 1991 dalam Adrian (2009).
Penyakit
infeksi merupakan salah satu permasalahan dalam bidang kesehatan yang terus berkembang. Infeksi
merupakan penyebab utama penyakit di dunia terutama di daerah tropis, seperti
Indonesia karena sanitasi lingkungan yang rendah sehingga mendukung mikroba
untuk tumbuh subur. Penyakit
infeksi pada manusia dan hewan dapat menurunkan kesehatan tubuh sehingga
mengakibatkan penurunan produktivitas dan reproduktivitas bahkan kematian.
Staphylococcus
aureus merupakan
salah satu kelompok bakteri yang dapat menyebabkan berbagai penyakit
sebagai akibat infeksi beragam pada jaringan tubuh seperti infeksi pada kulit.
Bakteri Staphylococcus aureus menyebabkan berbagai infeksi bernanah (suppurative diseases) dan toksinosis
(Darwani, 2009).
Staphylococcus
aureus adalah bakteri
patogen
utama pada manusia. Staphylococcus
aureus bersifat koagulase positif, yang membedakannya dari
spesies lain. Hampir setiap orang pernah mengalami berbagai infeksi Staphylococcus
aureus selama hidupnya, dari keracunan makanan yang berat atau infeksi
kulit yang kecil, sampai infeksi yang tidak bisa disembuhkan (Jawetz et all., 2001 dalam Wahyu
2009).
Bakteri tersebut juga penyebab
intoksitasi dan terjadinya berbagai macam infeksi seperti pada jerawat, bisul, pneumonia,
empiema, endokarditis, atau bernanah pada bagian tubuh mana pun. Leukosidin,
toksin bakteri ini dapat mematikan sel
darah putih pada manusia yang terkena oleh toksin ini. Infeksi bakteri tersebut
dapat juga di sebabkan oleh kontaminasi langsung pada luka, misalnya pada
infeksi luka pasca bedah oleh staphylococcus
aureus atau infeksi setelah trauma.
Bakteri tersebut menyebar dan terjadi bakteremia, gambaran klinisnya mirip
dengan gambaran klinis yang terlihat pada infeksi lain yang melalui aliran
darah (Jawetz, 1996 dalam Adrian, 2009).
Saat ini minat masyarakat untuk
memanfaatkan kembali bahan alam bagi kesehatan, terutama obat-obatan dari
tumbuhan cenderung meningkat. Hal
ini disebabkan karena pengobatan tradisional dengan menggunakan bahan alam
harganya lebih terjangkau dan mudah di dapat. Sejalan dengan meningkatnya pemakaian tumbuh-tumbuhan
sebagai obat maka penelitian
untuk membuktikan kebenaran khasiat maupun efek sampingnya perlu dioptimalkan.
Tumbuhan
yang banyak digunakan sebagai obat adalah tumbuhan yang mengandung minyak
atsiri. Hal ini disebabkan karena minyak atsiri beberapa
bersifat sebagai antibakteri dan anti jamur
sehingga dapat dipergunakan sebagai bahan pengawet pada makanan dan sebagai antibakteri alami. Beberapa minyak atsiri adalah suatu
substansi alami yang telah dikenal memiliki aktivitas sebagai antibakteri.
Bahkan minyak atsiri cengkeh telah digunakan sejak lama di berbagai rumah sakit
Eropa untuk mengatasi infeksi Mycobacterium tuberculosis (Yulliasri,
2000 dalam adrian,
2009). Minyak atsiri dapat menghambat beberapa jenis bakteri merugikan seperti Escherichia
coli, Salmonella sp, Staphylococcus aureus, Klebsiella dan Pasteurella (Agusta, 2000
dalam Adrian, 2009).
Sereh sayur (Cymbopogon citratus (DC)
Stapf) adalah salah satu tumbuhan yang
mengandung minyak atsiri oleh
karena itu dilakukan penelitian aktivitasnya sebagai antimikroba sehingga
penggunaannya dapat dipertanggung jawabkan
secara ilmiah.
Sereh sayur biasanya digunakan sebagai
obat antipiretik, anti muntah,
pengurang nyeri, melancarkan kencing, menghilangkan bau mulut, menghilangkan
sakit gigi dan gusi bengkak, anti radang, bumbu dapur, pengusir serangga, pewangi sabun, detergen, pembersih lantai,
dan aerosol (Hariana, 2006).
Pengaruh minyak atsiri sereh sayur
sebagai antibakteri pada infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus belum diketahui
jelas sehingga perlu diteliti
aktivitas minyak atsiri yang terkandung dalam tumbuhan
tersebut untuk menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.
1.2. Rumusan masalah
Berdasarkan latar
belakang tersebut dapat dirumuskan beberapa permasalahan, yaitu:
1. Apakah
minyak atsiri daun
sereh sayur (Cymbopogon citratus (DC.) Stapf) mempunyai
aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus
aureus penyebab infeksi pada kulit?
2. Berapakah konsentrasi efektif minyak atsiri untuk menghambat
bakteri
Staphylococcus aureus?
1.3.
Tujuan penelitian
1.Mengetahui daya antibakteri minyak
atsiri daun sereh sayur terhadap bakteri Staphylococcus aureus penyebab infeksi pada kulit.
2.Mengetahui
konsentrasi efektif
minyak atsiri untuk menghambat bakteri Staphylococcus aureus.
1.4. Manfaat penelitian
Dari hasil penelitian diharapkan dapat
menyumbangkan data dan kajian ilmiah tentang aktivitas antibakteri dari
tumbuhan sereh sayur terhadap infeksi pada kulit yang disebabkan bakteri Staphylococcus aureus .
1.5. Batasan masalah
Penelitian
ini menguji aktivitas minyak atsiri daun sereh sayur terhadap Staphylococcus aureus penyebab infeksi
pada kulit.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Tanaman sereh
2.1.1. Klasifikasi
tanaman sereh
Menurut Muhlisah (1999) tanaman sereh sayur (Cymbopogon citratus (DC)Stapf) diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom
:
Plantae
Divisio :
Spermatophyta
Sub
divisio :
Angiospermae
Classis
: Liliopsida
Sub
classis : Commelinidae
Ordo : Poales
Familia : Poaceae
Genus : Cymbopogon
Spesies : Cymbopogon citratus (DC)
Stapf.
2.1.2. Nama daerah
Cymbopogon
citratus (DC) Stapf merupakan
tumbuhan yang masuk ke dalam famili rumput-rumputan atau Poaceae. Dikenal
juga dengan nama serai dapur (Indonesia), sereh (Sunda), bubu (Halmahera), serai dapur (Malaysia), tanglad dan
salai (Filipina), balioko (Bisaya), slek krey sabou (Kamboja), si khai/ shing
khai (Laos), sabalin (Myanmar), cha khrai (Thailand). Negara asal penghasil Cymbopogon citratus
(DC)Stapf. memang belum diketahui dengan pasti, namun penyebarannya
meliputi daerah Malesiana (Asia Tenggara hingga Papua). Tanaman ini dikenal
dengan istilah Lemongrass, barbed wire grass, silky heads, citronella grass ataupun fever
grass, karena memiliki bau yang kuat
seperti lemon, sering ditemukan tumbuh alami di negara-negara tropis.
Sereh dapur mempunyai nama daerah antara lainserai di daerah lain yaitu
sereue mongthi (Aceh), sere (Gayo), sangge-sangge (Batak), serai batawi
(Minangkabau), sarae (Lampung), sere (Melayu), sereh (Sunda), sere (Jawa
Tengah), sere (Madura), kedong witu (Sumba), naosina (Roti), humuku (timor)
serre (Makassar), serre (Bugis), serai (Ambon), lauwariso (Seram) (Sofiah, 2009).
2.1.3.
Morfologi tanaman sereh
Merupakan
tanaman tahunan berbentuk rumput-rumputan dengan tinggi 50-100 cm. Batangnya
tidak berkayu, beruas-ruas pendek, dan berwarna putih. Daunnya tunggal, memanjang seperti pita,
lanset, berwarna hijau berpelepah, pangkal pelepah, memeluk batang, ujung
runcing, tepi rata, panjang 25-75 cm, lebar 5-15 cm, dengan pertulangan
sejajar. Bunga majemuk, berbentuk malai,
karangan bunga berselundang, terletak dalam satu tangkai, berwarna putih. Bulir kecil benang sari berlepasan dan
kepala putik muncul dari sisi. Buahnya
berbentuk seperti padi, bulat panjang, pipih, berwarna putih kekuningan. Bijinya bulat panjang, berwarna cokelat. Akarnya serabut, berwarna putih
kekuningan.
2.1.4. Kandungan kimia
tanaman sereh
Komponen senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman
sereh sayur
(Cymbopogon citratus (DC)Stapf) yaitu minyak atsiri, alkaloid,
flavonoid, dan polifenol. Sedangkan minyak atsirinya mengandung senyawa citral,
geraniol, citronellal, methylheptenone, eugenol, eugenol kadinen, kadinol,
methyl eter, dipenten, dan limonene (Hariana, 2006).
2.2. Minyak atsiri
2.2.1.
Pengertian minyak atsiri
Minyak atsiri adalah zat aromatik yang terkandung
dalam beberapa jenis tanaman. Zat
tersebut mudah menguap. Dinamakan
eteris atau minyak esensial karena pada suhu biasa (suhu kamar) mudah menguap
di udara. Istilah esensial
dipakai karena minyak atsiri umumya tidak berwarna. Adapun sifat-sifat minyak atsiri
tersusun oleh berbagai macam komponen senyawa. Memiliki
bau khas, umunya bau ini mewakili bau tanaman asalnya. Bau minyak atsiri satu
dengan yang lain berbeda-beda, sangat tergantung dari macam dan intensitas bau
dari masing-masing komponen penyusunnya. Mempunyai rasa getir, kadang-kadang
berasa tajam, memberi kesan hangat sampai panas atau justru dingin ketika
terasa di kulit, tergantung jenis komponennya. Dalam keadaan murni ( belum
tercemar oleh senyawa lain) mudah menguap pada suhu kamar sehingga bila
diteteskan pada selembar kertas maka ketika dibiarkan menguap, tidak
meninggalkan bekas noda pada benda yang ditempel. Bersifat tidak stabil
terhadap pengaruh lingkungan, baik pengaruh oksigen udara, sinar matahari dan
panas karena terdiri dari berbagai macam komponen penyusun.Pada umumnya tidak
dapat tercampur dengan air, tetapi cukup dapat larut hingga dapat memberikan
baunnya kepada air walaupun kelarutannya sangat kecil dan sangat mudah larut
pelarut organik (Gunawan dan mulyani, 2001).
2.2.2.
Sumber minyak atsiri
Tanaman-tanaman
dari famili seperti Lauraceae, Myrtaceae,
Rutaceae, Myristicaceae,
Asteraceae, Umbeliferae, Pinaceae,
Rosaceae, dan Labiatae adalah
tanaman yang sangat popular sebagai penghasil minyak atsiri.
2.2.3.
Struktur kimia minyak atsiri
Secara
umum komponen minyak atsiri digolongkan menjadi dua, yaitu:
a)
Golongan hidrokarbon
Persenyawaan yang
termasuk golongan hidrokarbon terbentuk dari unsur C dan H, yaitu terpen yang
dapat dibagi menjadi monoterpen, diterpen, sesquiterpen, politerpen, paraffin,
olefin, dan hidrokarbon aromatik.
b)
Golongan hidrokarbon teroksigenasi
Persenyawaan yang
termasuk golongan hidrokarbon teroksigenasi terbentuk dari unsur C, H dan O
yang termasuk golongan ini adalah alkohol, aldehid, keton, ester, dan oksida
(Gunawan dan Mulyani, 2004).
2.2.4.
Kegunaan minyak atsiri
Kegunaan minyak atsiri bagi tanaman
penghasilnya sendiri adalah menarik serangga
sehingga penyerbukan lebih efektif, cadangan makanan, mencegah kerusakan
tanaman olah serangga atau hewan lain yang mengganggu proses transpirasi.
Selain itu bau minyak atsiri yang merangsang dapat menjadi daya tahan tanaman
terhadap kerusakan yang disebabkan oleh parasit dan hewan (Guenther, 1987).
Dalam industri minyak atsiri digunakan
untuk flavouring, parfummery dan sebagai bahan baku untuk sintesis senyawa
lain. Untuk tujuan teraupetik, minyak atsiri dapat diberikan secara inhalasi,
oral, sebagai obat kumur, dan secara transdermal seperti aromaterapi. Minyak tersebut juga sering digunakan
sebagai zat tambahan dalam sediaan kosmetika, obat, makanan, rokok, sebagai
antibakteri dan antijamur (Dep.Kes
RI, 1995).
2.2.5. Cara memproduksi minyak atsiri
Untuk mendapatkan minyak atsiri
perlakuan yang harus dilakukan terhadap tanaman meliputi tahap pencucian,
perajangan, pengeringan, penyulingan, penyimpanan. Pencucian bertujuan untuk membersihkan
dan melapaskan tanah yang melekat pada bahan. Perajangan
bertujuan supaya kelenjar minyak dapat terbuka sebanyak mungkin. Penyulingan
dengan suhu tinggi akan menghasilkan minyak yang bermutu kurang baik (Guenther,
1987).
2.2.6. Cara penyimpanan minyak
atsiri
Minyak atsiri dapat bertahan dalam
jangka waktu yang lama tetapi bila proses penyimpanan kurang baik maka dapat
menyebabkan kerusakan pada minyak atsiri dalam waktu yang singkat. Umumnya
minyak atsiri memiliki tingkat penguapan yang tinggi, tidak tahan terhadap
panas dan cahaya yang bisa merusak komponen kimia yang ada di dalamnya dan
dapat berubah warna. Oleh
kerana itu penyimpanannya perlu terlindung dari cahaya yaitu dengan menggunakan
botol kaca berwarna gelap dan kedap udara. Untuk
menjaga keawetannya maka disimpan di tempat sejuk atau dingin dan gelap. Minyak atsiri juga dapat tengik kerana
adanya kandungan air, maka harus disimpan dalam bentuk murni tanpa tercampur
air (Gunawan dan Mulyani, 2004).
2.3.
Ektraksi
2.3.1.
Pengertian ekstrak dan ekstraksi
Ekstrak adalah sediaan
pekat atau kering yang diperoleh dengan mengekstraksi zat-zat aktif dari
simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang
tersisa diperlakukan sedemikian rupa sehingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (Dep. Kesehatan,
1996). Ekstraksi
adalah kegiatan penarikan zat yang dapat larut dari bahan yang tidak dapat
larut dengan menggunakan pelarut cair. Ekstraksi merupakan proses penyarian simplisia
nabati atau simplisia hewani dengan cara dan pelarut yang sesuai, bebas dari
pengaruh cahaya langsung (Dep.Kesehatan,1996).
2.3.2. Macam-macam metode ekstraksi
Ada
dua metode ekstraksi berdasarkan suhu
yaitu cara dingin dan panas.
1.Cara Dingin
a.
Maserasi
Maserasi adalah cara ekstraksi yang
paling sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara perendaman bahan dengan
pelarut (Dep.Kesehatan,1996). Maserasi kinetik merupakan metode
maserasi yang menggunakan bantuan suatu alat untuk mengaduk. Hal ini tidak dimaksudkan untuk
menghasilkan ekstrak lebih banyak atau baik, melainkan untuk mempercepat
penyeimbangan konsentrasi sehingga waktu ekstraksi menjadi lebih cepat (Dep.Kesehatan,1996).
b. Perkolasi
Perkolasi adalah cara ekstraksi dengan menggunakan
pelarut secara kontinyu sampai semua zat terekstraksi (Dep.Kesehatan,1996)
2.Cara Panas
a.
Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada
temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas
yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan
pengulangan proses residu pertama 3-5 kali (Dep.Kesehatan,1996).
b. Soxhlet
Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang
terus menerus diganti sehingga selalu baru, dilakukan dengan menggunakan alat khusus
sehingga terjadi ekstraksi berkeseimbangan sampai bahan tersari sempurna (Dep.Kesehatan,1996).
c. Digesti
Digesti adalah ekstraksi dengan perendaman namun
dilakukan pada suhu yang lebih tinggi, yaitu sekitar 30-50°C (Dep.Kesehatan,1996).
d. Infundasi
Infundasi adalah ekstraksi dengan cara
perebusan, di mana pelarutnya adalah air pada temperatur 96-98°C selama 14-20
menit (Dep.Kesehatan,1996).
e. Dekoksi
Dekoksi (perebusan) hampir sama dengan infundasi
dengan waktu lebih dari 30 menit pada temperatur 100°C (Dep.Kesehatan,1996).
2.3.3. Metode Ekstraksi berdasarkan
hasil isolat yang diperoleh
Ada dua metode yaitu, yang pertama
ekstraksi sampai habis (Exhaustive), caranya dengan soxhletasi dan perkolasi. Metode yang kedua adalah ekstraksi
sampai berkeseimbangan, caranya dengan refluks, maserasi, infundasi dan
perebusan (Dep.Kesehatan,1996).
2.3.4. Metode ekstraksi berdasarkan
bahan ekstraksi dan pelarut
Ada dua metode cara ekstraksi berdasarkan bahan
ekstraksi dan pelarut, yaitu:
a.
Ekstraksi padat-cair
Bahan yang diekstraksi berupa padatan dan
menggunakan pelarut cair.Caranya dapat dilakukan dengan perebusan, infundasi,
refluks, soxhletasi, perkolasi dan maserasi kinetik.
b. Ekstraksi cair-cair
Bahan yang diekstraksi berupa cairan dan menggunakan
pelarut cair.Cara ekstraksi dengan menggunakan corong pisah dan dengan
ekstraksi cair-cair sinambung (perforator jalade) dengan pemanasan.
2.3.5.
Ekstraksi khusus
a. Destilasi
·
Destilasi air : Bahan yang disuling dicampur dengan air dalam
labu destilasi.
·
Destilasi air-uap air : Bahan yang disuling tidak dicampur dengan
cairan penyuling, tetapi terletak
di bagian atas dan permukaan air terletak di bagian bawah.
·
Destilasi Uap : Prinsip hampir sama
dengan Destilasi air-uap air, namun uap
yang digunakan adalah uap yang bertekanan (Dep.Kesehatan,1996).
b. Enfleurasi
Menggunakan
lemak padat, minyak atsiri akan tertarik pada lemak.
c. Ekstraksi Cairan Superkritik Karbondioksida
Penghilangan cairan pelarut dengan mudah
dilakukan karena karbondioksida menguap dengan mudah, sehingga hampir langsung
diperoleh ekstrak (Dep.Kesehatan,1996).
2.4.
Staphylococcus aureus
2.4.1.
Klasifikasi bakteri
Menurut Darwani (2009) bakteri Staphylococcus
aureus diklasifikasikan sebagai berikut :
Divisio : Bacteria
Filum :
Firmicutes
Class : Bacillii
Ordo : Coccacae
Family : Stapylococcaceae
Genus : Staphylococcus
Species : Staphylococcus
aureus
2.4.2.
Morfologi
S.
aureus merupakan bakteri anaerob fakultatif, Gram positif,
coccus, dan kenampakan seperti buah anggur yang bergerombol di bawah mikroskop terlihat ukurannya
besar dan bulat. S.aureus juga
dapat bersel tunggal atau sepasang sel. S.aureus
tidak berspora, non motil dan biasanya tidak berkapsul (David, 2003).
Gamabar 2.1 : Staphylococcus
aureus
2.4.3. Siklus hidup
Banyak bakteri S. aureus yang
dapat hidup di tubuh kita. Banyak orang sehat yang membawa S. aureus tanpa terinfeksi olehnya. Dalam fakta, 25-30
% tubuh
kita terdapat bakteri S. aureus
dalam hidung. Dalam 1/3 bagian tubuh kita membawa Staphylococcus aureus pada permukaan kulit kita, atau hidung kita, tanpa menyebabkan
infeksi. Ini dikenal
sebagai koloni bakteri.
Bakteri tersebut dapat menjadi masalah jika
sengaja dimasukan dalam tubuh kadang melalui luka. Ini yang
menyebabkan infeksi. Biasanya sedikit dan tidak membutuhkan perawatan khusus. Kadang-kadang,
bakteri tersebut dapat menyebabkan masalah
serius seperti luka atau pneumonia.
2.4.3. Toksin yang dihasilkan
Ada
empat macam toksin yang dihasilkan oleh bakteri ini:
1.
Hemolisin: Staphylococcus aureus membuat
3 jenis hemolisin yang terdiri dari alfa, beta, gamma.
2. Enterotoksin: menyebabkan gejala
mual, muntah dan diare dalam 6 jam
setelah menelan makanan yang tercemar.
3. Eksotoksin: suatu campuran termolabil
yang mematikan bagi binatang pada penyuntikan, menyebabkan nekrosis pada kulit
dan mengandung hemolisin.
4. Lekosidin: merupakan zat yang dapat
mematikan sel-sel darah putih dari berbagai spesies binatang yang kontak
dengannya.
2.4.4. Infeksi bakteri
Kulit yang luka apabila terinfeksi oleh
bakteri Staphylococcus aureus dapat menimbulkan infeksi bernanah dan
abses. Infeksinya akan lebih berat bila menyerang anak-anak, usia lanjut, dan
orang yang daya tahan tubuhnya menurun. Staphylococcus
aureus dapat menyebabkan penyakit
seperti infeksi pada folikel rambut, kelenjar keringat, bisul, infeksi pada
luka, meningitis, endokarditis, pneumonia, pyelonephritis, osteomyelitis.
Sedangkan di rumah sakit sering menimbulkan nosocomial
infection pada bayi, pasien luka bakar, atau pasien bedah yang sebagian
besar disebabkan kontaminasi oleh personil rumah sakit (medis dan para medis),
keracunan karena menelan makanan yang tercemar Staphylococcus aureus akan
menimbulkan diare dan muntah.
2.4.5.
Biakan
Staphylococcus
aureus bersifat aerob dan tumbuh baik pada pembenihan
sederhana pada temperatur optimum 35°C dan pH 7,4, tetapi paling baik membentuk
pigmen pada suhu kamar 20°C dan tumbuh dengan baik pada media Nutrient agar
(NA), Muller Hilton Agar (MHA), Blood agar (BA) (Darwani, 2009).
Media dapat
dianggap sebagai kumpulan zat-zat organik dan anorganik yangdigunakan untuk
menumbuhkan bakteri dengan syarat-syarat tertentu untuk mendapatkan suatu lingkungan kehidupan
yang cocok bagi pertumbuhan bakteri,pembuatan media harus mempunyai
syarat-syarat dalam:
a. Susunan makanan
Dalam suatu media yang dipergunakan untuk pertumbuhan dan
perkembangbiakan bakteri haruslah terdapat kandungan air, sumber karbon, sumber
nitrogen, mineral, vitamin, dan garam.
b. Tekanan osmose
Mengingat sifat-sifat bakteri juga sama seperti
sifat-sifat sel yang lain pada umumnya terhadap tekanan osmose maka untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakannya bakteri membutuhkan media dalam keadaan
yang isotonis. Apabila keadaan media tersebut hipotonis maka bakteri akan
mengalami plasmoptysis, sedangkan bila media tersebut hipertonis maka bakteri
akan mengalami plasmolisis.
c. Derajat keasaman
Pada umumnya bakteri membutuhkan pH sekitar netral. Namun
bakteri tertentu membutuhkan pH sangat alkalis.
d. Temperatur
Untuk mendapatkan pertumbuhan yang optimal bakteri
membutuhkan temperatur tertentu. Umumnya bakteri yang patogen membutuhkan
temperatur 37ºC sesuai dengan temperatur tubuh.
e. Sterilitas
Sterilitas media merupakan suatu syarat yang sangat
penting. Media yang tidak steril tidak dapat digunakan untuk melakukan
pemeriksaan mikrobiologis karena tidak dapat dibedakan dengan pasti apakah
bakteri tersebut berasal dari material yang diperiksa ataukah hanya merupakan
kontaminan (Adrian,2009).
2.4.6. Pencegahan
Pencegahan
penyakit akan lebih mudah dilakukan bila faktor-faktor risiko terjadinya
penyakit tersebut telah diketahui. Berbagai penelitian mengenai infeksi dan
pola resistensi S. aureus telah dilakukan pada berbagai populasi. Ada berbagai
faktor resiko yang berpotensi mempengaruhi infeksi S. Aureus seperti
usia, jenis kelamin, ras, tempat tinggal, tingkat penghasilan, pendidikan, riwayat
penggunaan antibiotik, asuransi, dan adanya penyakit tertentu (AIDS, asma,
diabetes). Karakteristik
demografi berpotensi mempengaruhi frekuensi kejadian suatu penyakit. Dalam penelitian
ini, peneliti menganalisis pengaruh faktor demografi (usia, jenis kelamin,
etnis, dan tempat tinggal) terhadap infeksi S. aureus dan pola
resistensinya
(Franzeska, 2010).
2.4.7. Pengobatan
Untuk kasus ringan di luar Rumah Sakit
dapat diberikan penisilin G, pada infeksi berat atau jika diduga resisten
terhadap penisilin, dapat diberikan metisilin atau derivat penisilin lain yang
resisten penisilinase. Jika ada hasil tes kepekaan, sebaiknya diberikan obat
yang sesuai dengan hasil tes kepekaan tersebut. Pada
penderita alergi terhadap penisilin diberikan sefalosporin, eritromisin,
linkomisin atau klindamisin. Pada
infeksi oleh suatu jenis yang tahan terhadap metisilin, dapat diberikan
vankomisin, rifampisin atau fusidic acid juga dapat diberikan, asal dalam
bentuk kombinasi dengan antibiotik lainnya, kalau diberikan secara tersendiri
cepat terjadi resistensi.Jenis yang resisten metisilin biasanya juga resisten
terhadap oksasilin, kloksasilin, dan sefalosporin. Pemberian antibiotik juga
harus disertai tindakan bedah baik berupa pengeringan abses ataupun nekrotomi. Pada septikemia, selain antibiotik yang
diberikan dalam jangka panjang, dapat pula diberikan antitoksin stafilokokus.
2.5.
Aktivitas antibakteri
2.5.1
. Antibakteri
Antibakteri adalah
suatu senyawa yang
mampu menghambat pertumbuhan maupun membunuh
mikroorganisme (Jawetz dkk.,1986). dalam Adrian (2009). Pelczar dan Chan
(1986) dalam Adrian (2009)
mengatakan bahwa
makin tinggi konsentrasi
suatu zat antimikroba
akan semakin cepat sel
mikroorganisme terbunuh atau
terhambat pertumbuhannya. Aktivitas antimikroba dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain, konsentrasi
atau intensitas zat antimikroba,
jumlah mikroorganisme, keasaman
atau kebasaan (pH),
potensi suatu zat antimikroba dalam larutan yang diuji dan kepekaan
suatu mikroba terhadap konsentrasi antibakteri (Pelczar dan Chan, (1986) dalam Adrian, 2009).
2.5.2.
Parameter Diameter Zona Hambat (inhibiting zone).
Menguji bakteri patogen secara in vitro penting untuk
mengetahui kerentanan bakteri terhadap suatu bahan antibakteria. Metode difusi
disk merupakan metode yang sesuai untuk menentukan kerentanan bakteri terhadap antibakteria.
Diameter zona hambat pertumbuhan bakteri yang tampakdi sekitar disk berkorelasi
dengan nilai Minimal Inhibitory Concentration (MIC). Antibakteri yang terdifusi
ke permukaan media tumbuh bakteri akan membentuk cincin hambatan di area
pertumbuhan bakteri yang padat. Tingkat sensitivitas suatu zat antibakteri
ditunjukkan melalui kepekaan bakteri dengan membentuk zona hambat (inhibiting zone). Pengukuran diameter
zona hambat dilakukan setelah 48 jam bakteri diinkubasi, pengukuran menggunakan
jangka sorong/ mistar.
Bagian yang diukur yaitu diameter zona hambat terpanjang dan saling tegak lurus
dengan agar bor.
2.5.3. Mekanisme kerja zat antibakteri
Antibakteri obat
atau senyawa kimia
yang digunakan untuk
membasmi bakteri, khususnya
bakteri yang merugikan
manusia. Berdasarkan sifat
toksisitas lektif, ada antibakteri
yang bersifat menghambat
pertumbuhan bakteri, dikenal
aktivitas bakteriostatik. Kadar
minimal yang diperlukan
untuk menghambat pertumbuhan
bakteri atau membunuhnya,
masing-masing dikenal dengan
Kadar Hambat Minimal (KHM)
dan Kadar Bunuh Minimal
(KBM). Antibakteri tertentu
aktivitasnya dapat meningkatkan kemampuan bakterisida.Aktivitas antibakteri dibagidalam lima kelompok :
1)
Antibakteri yang menghambat metabolisme sel bakteri
Pada mekanisme ini diperoleh efek bakteriostatik.
Antibakteri yang termasuk dalam golongan ini adalah sulfonamide, trimetoprim,
asam p-aminosalisilat dan sulfon. Kerja antibakteri ini adalah menghambat
pembentukan asam folat, bakteri membutuhkan asam folat untuk kelangsungan
hidupnya dan bakteri memperoleh asam folat dengan mensintesis sendiri dari asam
para amino benzoat (PABA).Sulfonamid dan sulfon bekerja bersaing dengan PABA
dalam pembentukan asam folat. Sedang trimetoprim bekerja dengan menghambat
enzim dihidrofolat reduktase (Setiabudy dan Gan, 1995
dalam Adrian,2009).
2)
Antibakteri yang menghambat sintesis dinding sel bakteri
Dinding sel bakteri terdiri dari peptidoglikan, sintesis
peptidoglikan akan dihalangi oleh adanya antibiotik seperti penisilin,
sefalosporin, basitrasin, vankomisin, sikloserin. Sikloserin akan menghambat
reaksi paling dini dalam proses sintesis dinding sel sedang yang lainnya
menghambat di akhir sintesis peptidoglikan, sehingga mengakibatkan dinding sel
menjadi tidak sempurna dan tidak mempertahankan pertumbuhan sel secara normal,
sehingga tekanan osmotik dalam sel bakteri lebih tinggi dari pada tekanan di
luar sel maka kerusakan dinding sel bakteri akan menyebabkan lisis, yang
merupakan dasar efek bakterisidal pada bakteriyang peka (Setiabudy dan Gan,
1995
dalam Adrian, 2009).
3)
Antibakteri yang mengganggu membran sel bakteri
Sitoplasma dibatasi oleh membran sitoplasma yang
merupakan penghalang dengan permeabilitas yang selektif. Membran sitoplasma
akan mempertahankan bahan-bahan tertentu di dalam sel serta mengatur aliran
keluar-masuknya bahan-bahan lain. Jika terjadi kerusakan pada membran ini akan
mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau matinya sel (Pelczar dan Chan,
1986
dalam Adrian, 2009).
4)
Antibakteri yang menghambat sintesis protein sel bakteri
Kehidupan sel bakteri tergantung pada terpeliharanya
molekul-molekul protein dan asam nukleat dalam keadaan alamiah. Jika kondisi
atau substansi yang dapat mengakibatkan terdenaturasinya protein dan asam
nukleat dapat merusak sel tanpa dapat diperbaiki kembali. Suhu tinggi dan
konsentrasi pekat beberapa zat kimia dapat mengakibatkan koagulasi (denaturasi)
yang bersifat irreversible terhadap komponen-komponen seluler yang vital ini
(Pelczar dan Chan, 1986 dalam Adrian, 2009).
5) Antibakteri yang menghambat
sintesis atau merusak asam nukleat sel bakteri
Protein, DNA, dan RNA berperan penting dalam proses
kehidupan normal sel bakteri. Apabila terjadi gangguan pada pembentukan atau
pada fungsi zat-zat tersebutdapat mengakibatkan kerusakan total pada sel
(Pelczar dan Chan, 1986 dalam Adrian, 2009).
2.5.6. Metode penentuan daya antibakteri
Terdapat dua metode yang dapat dipakai
untuk menetukan daya antimikroba dari suatu antibiotika yaitu:
1. Metode Difusi (Diffusion Method)
2. Metode Pengenceran (Dilution Method)
1. Metode Difusi (Diffusion Method)
Metode ini dilakukan
dengan cara meletakkan sampel obat yang akan diuji diatas permukaan media agar yang telah
ditambahkan dengan suspensi bakteri.
Kemudian diinkubasikan pada suhu kamar selama 48 jam untuk membiarkan
obat berdifusi ke media perbenihan. Jika
obat memang mempunyai daya antibakteri maka akan terlihat adanya daerah
hambatan pertumbuhan bakteri. Kemampuan antimikroba diukur dengan cara mengukur
luas daerah hambatan pertumbuhan. Metode
ini memiliki beberapa modifikasi antara lain:
a.
Metode
Cylinder Cup (Ring Diffusion Method)
Mikroba ditanam pada media agar,
kemudian silinder diletakkan pada media tersebut dengan maksud untuk menampung
sejumlah obat yang akan diuji. Daya antibakteri dapat dilihat dari lebar
diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri yang terjadi.
b.
Metode
Cawan Kertas (Paper Disc Method)
Bakteri ditanam pada media agar kemudian
cawan kertas yang berisi antibiotik dengan kadar tertentu diletakkan di atas
media agar tersebut. Daya antibakteri dapat dilihat dari lebar diameter daerah
hambatan pertumbuhan bakteri yang terjadi.
c.
Metode
Sumuran Agar (Wells Method)
Bakteri ditanam pada media agar kemudian
dibuat lubang dengan alat tertentu untuk menampung sejumlah antibiotik yang
akan diuji. Daya antibakteri dapat dilihat dari lebar diameter daerah hambatan
pertumbuhan bakteri yang terjadi.
2. Metode Pengenceran (Dilution Method)
Metode ini dilakukan dengan cara
memasukkan sampel obat yang akan diuji
ke dalam tabung yang berisi pembenihan cair, kemudian ke dalam tabung tersebut ditambahkan suspensi bakteri dengan jumlah tertentu. Sampel
dikatakan memiliki aktivitas antibakteri
bila tidak terjadi pertumbuhan bakteri dalam media perbenihan tersebut. Terdapat beberapa modifikasi dari metode ini
yaitu:
a. Metode Pengenceran dalam Cairan (Broth Dilution Method)
Ke dalam sejumlah tabung yang berisi
media cair dimasukkan biakan bakteri dan antibiotik dalam jumlah tertentu,
kemudian diamati kekeruhan yang terjadi dengan menggunakan alat Naphelometer.
b. Metode Pengenceran
dalam Agar (Agar Dilution Method)
Ke dalam sejumlah tabung yang berisi
media agar dimasukkan biakan bakteri dan antibiotik dalam jumlah tertentu,
kemudian amati kekeruhan yang terjadi dengan menggunakan alat Naphelometer.
c. Metode Pengenceran
secara Berseri
Cara ini dilakukan dengan menggunakan
sejumlah deretan tabung berisi media cair dengan konsentrasi antibiotik yang
berbeda-beda. Kemudian ke dalam masing-masing tabung ditambahkan suspensi
mikroba dengan konsentrasi tertentu, kocok sampai homogen diinkubasikan pada suhu
37° C. Sebagai kontrol digunakan tabung yang berisi media pembenihan dengan
mikroorganisme. Potensi daya antibakteri yang diperoleh kemudian dibandingkan
dengan standar (Volk and Wheeler, 1988).
BAB
III
METODE
PENELITIAN
3.1. Waktu dan tempat
Penelitian
ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia basah dan Laboratorium Bakteriologi UPT
Laboratorium Kesehatan Kota Palu,
Sulawesi Tengah dan berlangsung pada bulan Februari–maret 2011.
3.2.
Bahan dan alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini daun sereh (Cymbopogon citratus (DC.) Stapf), media nutrient agar (NA), aquades, NaCL, NA-CMC 1%, bakteri Isolat murni Staphylococcus
aureus.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian
ini adalah seperangkat alat destilasi uap, corong pisah, erlenmeyer, neraca
analitik, gelas ukur, botol tempat minyak atsiri, aluminium foil,alat untuk uji
aktifitas antibakteri seperti jarum ose, pelubang agar, inkubator, tabung reaksi, rak tabung rekasi, mikropipet, cawan petri steril, autoklaf, bunsen.
3.3. Prosedur kerja
Adapun penelitian uji
aktivitas minyak atsiri ekstrak daun sereh sayur (Cymbopogon citratus (DC) Staph) terhadap Staphylococcus aureus bersifat
eksperimental.
1.
Pengumpulan bahan
Daun
sereh sayur diperoleh di Kecamatan
Palu Timur, Kelurahan Tondo Palu Sulawesi Tengah dan bahan-bahan kimia diperoleh di UPTD
Laboratorium Kesehatan Kota Palu.
2.
Ektraksi minyak atsiri (metode destilasi uap air)
a. Menyiapkan daun sereh sebagai bahan baku ekstraksi sebanyak 400 gr
b. Disortasi basah untuk pemilahan daun yang masih segar
c. Daun sereh dicuci dari kotoran-kotoran yang melekat dengan aquadesKemudian
dilakukan perajangan.
d. Sampel
dimasukkan ke dalam tempat alat distilasi uap sebanyak 400 g secara bertahap dan dirangkai dengan pendingin (kondensor) kemudian
dipanaskan.
e. Air dialirkan pada kondensor dan
dijaga agar air terus mengalir. Temperatur kondensor dijaga tetap dingin sehingga
minyak yang menguap semuanya terembunkan dan tidak lepas ke udara.
f. Distilat yang diperoleh merupakan
campuran minyak dengan air yang
selanjutnya dipisahkan dalam corong pisah.
g. Untuk pemisahan sempurna, distilat ditambah natrium
klorida (NaCl) agar minyak yang teremulsi terpisah.
h. Fase air ditampung dengan
erlenmeyer, untuk dipisahkan lagi karena kemungkinan masih mengandung sedikit
minyak yang teremulsi.
i. Fase air ini ditambah lagi dengan
NaCl kemudian dipisahkan dalam corong pisah.
j. Pekerjaan ini dilakukan
berulang-ulang sampai semua minyak terpisahkan.
3. Pembuatan beberapa stok
konsentrasi ekstrak daun sereh
1. Menyiapkan tabung reaksi
steril sebanyak perlakuan dan pengulangan
2. Membuat stok konsentrasi
ekstrak daun sereh yang akan divariasikan mulai dari 0%,6,25%,12,5%,25%,50% dan
100% dengan cara:
1.
Konsentrasi 0 % : 0 ml ekstrak daun sereh + 200 ml CMC 1% dituang dalam tabung reaksi steril
2.
Konsentrasi 6,25% : 12,5 ml ekstrak daun sereh + 187,5 ml CMC 1% dituang dalam
tabung reaksi steril
3.
Konsentrasi 12,5 % : 25 ml ekstrak daun sereh + 175 ml CMC 1% dituang dalam tabung
reaksi steril
4. Konsentrasi
25 % :50 ml ekstrak daun sereh + 150 ml CMC 1% dituang dalam tabung reaksi
steril
5.
Konsentrasi 50 % :100 ml ekstrak daun sereh + 100 ml CMC 1% dituang dalam
tabung reaksi steril
6. Konsentrasi 100 % :200 ml
ekstrak daun sereh + 0 ml CMC 1% dituang dalam tabung reaksi steril (Capuccino
and Sherman, 2001 dalam Anang, 2007).
4.
Pembuatan Suspensi Bakteri Staphylococcus aureus
Bakteri
S. aureus
dibiakkan terlebih dahulu pada media NA dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 24
jam. Empat sampai lima koloni Staphylococcus aureus hasil biakan diambil dengan
jarum ose steril dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 5 ml
larutan NaCl. Inkubasi
pada suhu 37°C selama dua jam, maka terbentuklah kekeruhan yang setara dengan
standart Mc Farland 1(Anang, 2007).
5.
Pengujian aktivitas antibakteri Staphylococcus
aureus
a.
Menyiapkan cawan petri steril sesuai
dengan banyaknya konsentrasi dan pengulangan
b.
Membuat media nutrient agar (NA) sesuai
kebutuhan perlakuan
c.
Membuat suspensi bakteri Staphylococcus aureus dengan NaCl
fisiologis.
d.
Pipet 1 ml suspensi bakteri tersebut dan dimasukkan ke
dalam cawan petri steril (jumlah cawan petri steril sesuai banyaknya
konsentrasi dan pengulangan).
e. Tuangkan
media NA dalam cawan petri steril tadi, digoyangkan cawan petri steril tersebut
agar media tercampur rata dengan suspensi bakteri kemudian dibiarkan membeku.
f.
Mengambil alat
pelubang agar untuk membuat satu sumur/lubang pada medium NA yang telah membeku
tadi, perlakuan yang sama pada media NA pada cawan petri yang lainnya.
g. Pipet ekstrak minyak atsiri sebanyak
20 µl ke lubang/sumur media NA tadi dengan seri konsentrasi 0%v/v, 6.25%v/v, 12.5%v/v, 25%v/v,
50%v/v, 100%v/v.
h. Inkubasi pada suhu 35-37ºC selama 24-48 jam, amati
terbentuknya zona bening pada NA disekeliling agar bor.
3.4. Analisis data
Data
hasil penelitian uji aktivitas minyak atsiri ekstrak daun sereh sayur (Cymbopogon citratus (DC) Staph) terhadap bakteri Staphylococcus aureus yang
terdiri dari enam perlakuan yaitu kontrol pelarut, ekstrak daun sereh
konsentrasi 0%, 6,25%, 12,5%,25%, 50%, 100%
dan pengulangan sebanyak tiga kali. Data dianalisis dengan
menggunakan one way ANOVA, apabila
berbeda nyata diantara perlakuan maka akan dilanjutkan dengan uji beda nyata
terkecil (BNT).
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil penelitian
Berdasarkan hasil penelitian dari 6 konsentrasi perlakuan dan 3 kali
pengulangan maka di dapatkan perbedaan diameter zona inhibisi diantara konsentrasi. Data hasil uji
aktivitas minyak atsiri terhadap bakteri Staphylococcus
aureusdapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Hasil zona hambat minyak
atsiri daun sereh sayur (Cymbopogon citratus(DC) Staph) Terhadap bakteri Staphylococcus aureus
Konsentrasi
|
Ulangan (mm)
|
Total
|
Rata-rata
|
||
1
|
2
|
3
|
|||
0 %
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
6,25 %
|
2,25
|
1
|
3,25
|
6,5
|
2,16
|
12,5 %
|
4
|
4,25
|
4
|
12,25
|
4,08
|
25 %
|
3,25
|
4,75
|
4,75
|
12,75
|
4,25
|
50 %
|
5
|
4,75
|
3,5
|
13,25
|
4,41
|
100 %
|
4
|
5,25
|
5,25
|
14,5
|
4,43
|
|
Gambar
4.1: Histogram zona
hambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus
Tabel 4.2. Analisis ragam zona hambat minyak atsiri ekstrak daun sereh sayur (Cymbopogon citratus (DC) Staph) terhadap bakteri Staphylococcus aureus.
SK
|
db
|
JK
|
KT
|
Fhitung
|
F5%
|
F1%
|
Perlakuan
|
5
|
51,86
|
12,05
|
32,56**
|
3,11
|
5,06
|
Galat
|
12
|
6,450
|
0,37
|
|||
Total
|
17
|
58,26
|
|
Keterangan :**
= Berbeda Sangat Nyata
Berdasarkan hasil analisis zona hambat terhadap bakteri Staphylococcus aureu spada tabel 4.2
menunjukkan bahwa hasil F Hitung>
F tabel pada
taraf 5% dan 1%. Nilai F Hitungadalah
32,56 sedangkan nilai pada F tabel 0,01
dan 0,05 adalah 3,11 dan 5,06. Dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang
sangat nyata dari perlakuan tiap-tiap
konsentrasi minyak atsiri ekstrak daun sereh sayur terhadap terbentuknya zona hambat terhadap bakteri Staphylococcus
aureus dan dapat dilanjutkan dengan uji lanjut dengan
menggunakan statistik
Beda Nyata Terkecil (BNT) untuk dapat melihat konsentrasi yang paling efektif. Sesuai dengan tabel 4.3 di bawah ini.
Tabel 4.3. Analisis beda nyata terkecil (BNT)
BNT 5% = 2,18
= 1,29
BNT 1% =
3,06
=
1,80
Perlakuan
|
Rerataan
|
Signifikansi
|
|
0,05
|
0,01
|
||
0 % v/v
|
0
|
a
|
a
|
6,25% v/v
|
2,16
|
b
|
b
|
12,5% v/v
|
4,08
|
c
|
c
|
25% v/v
|
4,25
|
c
|
c
|
50% v/v
|
4,41
|
c
|
c
|
100% v/v
|
4,43
|
c
|
c
|
Keterangan : Perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama
pada kolom yang sama tidak berbeda nyata.
Berdasarkan
hasil analisis zona hambat
terhadap bakteri Staphylococcus aureus pada
tabel 4.3 dengan BNT 1%
maka disimpulkan bahwa perlakuan (konsentrasi) 12,5% v/v, 25 % v/v, 50 % v/v,
100% v/v merupakan konsentrasi efektif dan berbeda nyata dengan perlakuan
(konsentrasi) 0 % v/v dan 6,25%
4.2. Pembahasan
Sereh
sayur memiliki aroma khas lemon. Aroma
tersebut adalah sebuah senyawa bergugus fungsi aldehid, yakni sitral sebagai
senyawa utama minyak. Komposisi daun sereh dapur yaitu 0,4% minyak atsiri
dengan komponen yang terdiri dari sitral, sitronelol (66-85%). Pada penelitian
lain pada daun ditemukan minyak atsiri 1% dengan komponen utama sitronelol, geranial (lebih kurang 35% dan
20%), disamping itu terdapat pula geranil butirat, sitral, limonen, eugenol,
dan metileugenol. Sitronelol
hasil isolasi dari minyak atsiri sereh terdiri dari sepasang enansiomer
sitronelal dan sitronelal. Serai
mengandung kandungan sitral sebanyak lebih kurang 65% hingga 85% (Guenter,
1948). Citral
merupakan kelompok senyawa terpen
yang terdiri campuran isomer bioaktif nerol dan geraniol serta merupakan
komponenpenyusun terbesar dalam minyak atsiri sereh yaitu 65-80 %. Senyawa tersebut memiliki sifat
bakterisidal terhadap beberapa spesies bakteri (Friedman et al 2002).
Menurut Nychas (1995) dalam
Suprianto (2008) senyawa-senyawa yang memiliki sifat antimikroba dalam sereh sayur adalah senyawa golongan
terpen yang terdapat dalam fraksi minyak atsirinya seperti senyawa terpen. Turunan senyawa terpen seperti
sitral, sitronelol. Daya
hambat minyak ekstrak daun sereh sayur terhadap bakteri S. aureus diduga disebabkan oleh senyawa-
senyawa fenolik dalam minyak atsiri, yang terdapat di dalam minyak atsiri
ektrak daun sereh sayur.
Dalam penelitian ini menggunakan pensuspensi Na
– CMC 1% (Carboxyl Methyl
Cellulose) dilarutkan dengan air dengan air, Na – CMC 1% berfungsi untuk mensuspensikan minyak atsiri yang berasal dari
ekstrak daun sereh sayur dengan cara
menurunkan tegangan permukaan sehingga minyak atsiri dapat tersuspensi
merata. Penelitian ini
menggunakan metode ekstraksi distilasi uap air dan untuk uji aktivitas minyak
atsiri terhadap bakteri Staphylococcus aureus digunakan
metode sumuran/agar bor untuk mengetahui
kemampuan daya hambat ekstrak daun sereh minyak atsiri.
Berdasarkan perlakuan
uji aktivitas minyak atsiri daun sereh sayur (Cymbopogon citratus (DC) Staph)terhadap bakteri S. aureus dengan konsentrasi0 % v/v, 6,25% v/v,
12,5%v/v, 25% v/v, 50% v/v, 100% v/v dengan pengulangan sebanyak tiga kali menghasilkan rerataan diameter daya hambat masing-masing 6,5, 12,25,
12,75, 13,25 dan
14,5 mm sedangkan diameter daya hambat konsentrasi 0% v/v adalah tidak menunjukkan
respon penghambatan.
Sesuai dengan hasil
statistik BNT membuktikan bahwa konsentrasi minyak atsiri ekstrak
daun sereh 12,5%v/v, 25% v/v, 50% v/v, 100% v/v dapat digunakan sebagai bahan
antibakteri terhadap Staphylococcus aureus sedangkan konsentrasi 6,25% dan 0% v/v bukan merupakan
konstrasi efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus walaupun pada hasil pengamatan menunjukkan
adanya zona daya hambat.
Konsentrasi yang paling efektif adalah pada konsentrasi
12,5% ini dikarenakan zona daya hambat tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 100%v/v,
walaupun zona daya hambat terluas adalah konsentrasi 100% v/v namun
secara statistik tidak berbeda nyata dengan 50%,25%,12,5% v/v.
Zona hambat adalah
daerah bening di sekitar agar bor yang tidak ditumbuhi koloni bakteri Staphylococcus aureus. Pada media tumbuh nutrien agar (NA), bakteri Staphylococcus
aureus berwarna kuning (yellow), sedangkan agar bor berwarna bening, di antara agar bor dan koloni bakteri S. aureus terdapat daerah transparan yang disebut zona inhibisi.
Zona hambat menggambarkan sensitivitas antibakteri minyak
atsiri dari daun sereh sayur
dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.
Berdasarkan hasil statistik membuktikan
bahwa konsentrasi minyak atsiri ekstrak daun sereh, 12,5%v/v, 25% v/v, 50% v/v,
100% v/v merupakan
konsentrasi efektif dan dapat digunakan sebagai bahan
antibakteri terhadap Staphylococcus
aureus. Hal ini sesuai dengan perlakuan konsentrasi dari ke 4 perlakuan
menghasilkan zona daya hambat secara berturut-turut 12,25 , 12,75 , 13,25 dan 14,5 mm. Mengacu pada standart umum yang dikeluarkan oleh Departemen
Kesehatan (1988) dalam Anang (2007) disebutkan bahwa mikroba dinyatakan peka terhadap
antimikroba asal tanaman apabila mempunyai ukuran diameter daya hambatannya 12
- 24 mm. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa minyak atsiri ekstrak daun sereh sayur berpengaruh terhadap
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus
dengan diameter daya hambat yang dihasilkan sesuai dengan standar yang ditentukan oleh Departemen
Kesehatan yaitu berdiameter 12 sampai 24 mm. Kemampuan minyak atsiri dari ekstrak
daun sereh sayur pada konsentrasi 6,25% v/v menghambat
tampaknya lebih lemah dibandingkan dengan konsentrasi 12,5%v/v, 25% v/v, 50%
v/v, 100% v/v sedangkan
perlakuan pada konsentrasi 0% v/v tidak
menunjukkan adanya zona inhibisi, ini dikarenakan tidak adanya minyak atsiri
pada perlakuan konsentrasi 0%v/v sehingga bakteri Staphylococcus aureus mampu tumbuh dengan baik.
Pengujian minyak
atsiri ekstrak daun sereh sayur pada konsentrasi
berbeda menunjukkan adanya zona inhibisi bahwa bakteri S. aureus lebih
peka terhadap senyawa non polar ini merupakan senyawa-senyawa bioaktif dalam minyak atsiri dan ini
didukung dengan dugaan bahwa bakteri S. aureus merupakan bakteri gram
positif yang mempunyai lapisan peptidoglikan yang bersifat hidrofobik sehingga
mudah untuk ditembus oleh senyawa non polar. Sifat hidrofilik sangat penting untuk menjamin bahwa
antibakteri larut dalam air dengan bantuan suspensi NA-CMC 1% sehingga mampu larut, ketika
pertumbuhan bakteri terjadi, sedangkan pada saat yang sama antibakteri bekerja
pada membran sel yang hidrofobik sehingga membutuhkan sifat hidrofobik.
Senyawa
antibakteri dapat menghambat pertumbuhan mikroba melalui inaktivasi atau mengganggu satu atau lebih target subseluler
seperti merusak dinding sel, mengganggu permeabilitas membran, menghambat enzim-enzim metabolik,
menghambat sintesis protein dan
sintesis asam nukleat (Eklund, 1989 dalam Suprianto 2008). Menurut Armstrong
(1995) dalam Adrian (2009)
membran sel atau membran sitoplasma
terdiri fosfolipid dan protein. Fosfolipid
membentuk fase dua lapisan nonpolar kontinu (lipid bilayer). Nutrien, ion dan
air yang diperlukan sel harus melewati membran sel yang bersifat permeabilitas
selektif. Molekul-molekul dan ion-ion yang akan disekresikan harus melewati
membran tersebut. Membran sitoplasma merupakan tempat berlangsungnya respirasi
karena enzim-enzim yang terlibat dalam proses respirasi terdapat di dalam
membran tersebut (Fardiaz 1989). Volk dan Wheeler (1988)
mengemukakan bahwa membran sel yang tersusun atas protein dan lipid sangat
rentan terhadap zat kimia yang dapat menurunkan tegangan permukaan. Kerusakan
membran sel menyebabkan terganggunya transport nutrisi (senyawa dan ion)
melalui membran sel sehingga sel bakteri mengalami kekurangan nutrisi yang
diperlukan bagi pertumbuhannya.
Minyak atsiri
dalam hal ini sitral dan stronelol mampu menganggu permeabilitas membran sel dan dibuktikan bahwa minyak atsiri mampu larut
dengan lipid dari bakteri tersebut sehingga dapat merusak dan mengacaukan
permeabilitas mikroba sehingga suplai nutrisi, ion dan air mengalami gangguan
sehingga tidak mampu melakukan metabolisme dengan sempurna dan mengakibatkan
kematian sel.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi 6,25%, 12,5%, 25% v/v, 50% dan 100% v/v mempelihatkan adanya
zona daya hambat ini diperkirakan senyawa-senyawa bioaktif tanaman daun sereh yang
berperan di dalamnya, senyawa-senyawa bioaktif tersebut seperti geraniol yang
mampu membunuh bakteri Staphylococcus
aureus. Geraniol sendiri menurut Hart (1983) dalam Suprianto (2008) merupakan
turunan dari alkohol atau fenol. Senyawa alkohol atau fenol yangterdapat dalam
daun sereh sereh sayur diduga dapat membunuh bakteri S. aureus. Cara
kerja fenol dalam membunuh mikroorganisme yaitu dengan cara mendenaturasi
protein sel (Pelczar dan Chan, 1981) dalam Suprianto (2008). Dengan terdenaturasinya protein
sel, maka semua aktivitas metabolisme sel dikatalisis oleh enzim yang merupakan
suatu protein (Lawrence dan Block, 1968) dalam Suprianto (2008).
Merujuk pada uraian diatas bahwa daun sereh
sayur (Cymbopogon citratus (DC) Staph)
dapat digunakan sebagai bahan antibakteri khususnya bakteri Staphylococcus aureus karena mengandung minyak
atsiri dengan senyawa-senyawa bioaktif seperti sitral, sitronelol dan geraniol
dalam hal ini komponen fenol alamnya yang dapat mempengaruhi pertumbuhan
bakteri S.aureus.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian uji zona hambat minyak
atsiri daun sereh sayur (Cymbopogon
citratus (DC) Staph) maka dapat disimpulkan bahwa
1.
Minyak
atsiri ekstrak daun sereh sayur (Cymbopogon
citratus (DC) Staph) memiliki pengaruh nyata dalam menghambat pertumbuhan
bakteri Staphylococcus aureus dengan
melihat zona daya hambat. Perlakuan dengan
6.25%, 12.5%, 25%, 50%, 100%v/v merupakan konsentrasi yang dapat
menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus
aureus karena membentuk zona hambat secara berturut-turut 6,25 , 12,5 ,
12,75, 13,25 dan 14,5 mm.
2.
Hasil
statistik menunjukkan bahwa konsentrasi yang efektif adalah 12,5% v/v.
5.2. Saran
Penelitian ini mengkaji uji zona hambat minyak atsiri sereh sayur (Cymbopogon citratus (DC) Staph) terhadap
bakteri Staphylococcus aureus penyebab
infeksi pada kulit diharapkan penelitian ini dapat dilanjutkan secara in vitro
pada objek hewan dan manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim,
2010, Cymbopogon citratus (DC) Staph , (http://tousid.
multiplay.com jurnal/item/72/Cymbopogonciratus )
diakses pada tanggal 08 maret 2011.
Adrian,
2009, Uji Aktivitas Antibakteri Minyak
Atsiri Daun Jeruk Keprok (Citrus
nobilis) Terhadap Staphylococcus
aureus dan Escherichia coli, Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah
Surakarta, Surakarta.
Agusta, A. 2001, Aromaterapi. Penerbit Swadaya. Jakarta.
Darwani, 2009, Pemeriksaan Spesimen Makanan Dan Kejadian
Luar Biasa, Balai Laboratorium Kesehatan, Yogyakarta.
David, R,J.
2003, Medical Microbiology, Churchill Livingstone, China.
Davies, Tony, 1998, Mengatasi Masalah Kulit, Yayasan
Spritia, Jakarta.
Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope
Indonesia. Edisi. VI. Jakarta.
Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. 1996. Materia
Medika. Edisi. VI. Jakarta. Indonesia.
Franseska, 2010,Pengaruh Faktor Demografi
Terhadap Kejadian Infeksi dan Pola Resistensi Staphylococcus aureus, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro. Semarang.
Guenter, Ernest, 1987, The Esential Oil (Minyak
atsiri), Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Gunawan, D., Mulyani, S., 2001, Ilmu Obat Dalam (Farmakognosi) Jilid 1,
Penerbit Swadaya, Jakarta.
Gunawan, D., Mulyani, S., 2004, Struktur Kimia
Minyak Atsiri, Penerbit Swadaya, Jakarta.
Hariana, 2006, Identifikasi Senyawa-Senyawa Kimia Pada Tanaman Sereh, Jurnal
Penelitian Sains & Teknologi, Vol.10, No.4,
2006 : 15-18, Surakarta, (http://minyak
atsiri.ed.asu), diakses 05 Oktober 2010.
Hermawan,
Anang, 2007, Pengaruh Ekstrak Daun sirih (Piper betle L.)Terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Ercherichia coli Dengan
Metode Disk, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga, Surabaya.
Kusumaningtias, 2008, Uji Daya Hamabt Ekstrak
Dan Krim Ekstrak Daun Sirih (Piper betle L) Terhadap Candida albicans
dan Tricophyton mentagrophytes, Fakultas Farmasi Universitas Pancasila,
Jakarta.
Muhlisah, Fauziah, 1996, Tanaman Obat Keluarga, Penerbit Suwadaya, Jakarta.
Sofiah,
Siti, 2009, Serai (Sereh) Penghasil
Minyak Atsiri, UPT Balai
Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi-LIPI, Pasuruan.
Suprianto, 2008, Potensi
Ekstrak Sereh Wangi (Cymbopogon nardus
L.) Sebagai Anti Streptococcus mutans, Program Studi Biokimia FMIPA Institut
Pertanian Bogor. Bogor (Diakases pada tanggal 07 Mei 2011)
Volk, W.A. and Wheeler.
1988. Mikrobiologi Dasar. Jilid I Edisi
kelima.Diterjemahkan oleh Markham. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Wardani, 2009, Uji Aktivitas Minyak Atsiri Daun Dan Batang Serai
(Andropogon nardus L) Sebagai
Obat Nyamuk Elektrik Terhadap Nyamuk Aedes
aegypti, Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah
Surakarta. Surakarta.
LAMPIRAN 1
HASIL PENGAMATAN
Gambar
1 : Zona inhibisi pada medium Nutrient
agar (NA)
1 2 3
(Konsentrasi
100% v/v)
1 2 3
(Konsentrasi
50% v/v)
1 2 3
(Konsentrasi 25% v/v)
1 2 3
(Konsentrasi 12,5% v/v)
1 2 3
(Konsentrasi 6,25% v/v)
1 2 3
(Konsentrasi 0% v/v)
LAMPIRAN II
ANALISA DATA
1.
Derajat
Bebas
a. db
Perlakuan = t – 1
= 6 – 1
= 5
b. dB
Galat = (rt-1)-(t – 1)
= (18-1) – (6-1)
= 12
c. dB
Total = (t x r) – 1
= (6 x 3) – 1
= 17
2.Rata-rata umum X = 59,25
18
=
3,29
2.
Faktor
Koreksi
FK =
=
=
= 195,03
3.
JK
Total
= (02 + 02
+02 +42 + 5,252 + 5,252 + 52
+ 4.752 + 3,52 + 3,252 + 4,752 + 4,752
+ 42 + 4.252 + 42+ 2,252 + 12
+ 3,252) – FK
= (0+0+0+16 + 27,56 +
27,56 + 25 + 22,56 + 12,25 + 10,56+ 22,56 + 22,5616+ 18,06 + 16 + 5,06 + 1 +
10,56) – 287,04-FK
= 253,29–195,03
= 58,26
4.
JK
Perlakuan
- FK
= - 287,04
= - 195,03
= - 195,03
= 51,86
5.
JK
Galat
JK Galat = JK Total – JK Perlakuan
= 58,26 – 51,86
= 6,40
6.
Kuadrat
Tengah (KT)
a. KT
Perlakuan =
=
= 12,05
b. KT
Galat =
=
=
0,53
c. F
Hitung =
=
= 22,74
7.
Uji
Beda Nyata Terkecil (BNT)
BNT α = t α
BNT 5% = 2,18
= 1,29
BNT α =
t α
BNT 1% = 3,06
=
1,80
LAMPIRAN III
FOTO-FOTO KEGIATAN PENELITIAN
Menyortir daun sekaligus membersihkan Perajangan
Memasukan sampel ke alat destilasi
Sampel pada alat destilasi
Proses destilasi sedang berlansung Menimbang Na-CMC
Mengencerkan
Na-CMC dengan air Proses
mencairkan media
Dengan bantuan
pemanasan Nutrient
agar (NA)
Menuangkan medium
NA pada cawan petri
Inkubasi sampel
yang sebelumnya telah terdapat 1
ml
suspensi bakteri
Isolat murni
bakteri Staphylococcus aureus Mengukur zona inhibisi
LAMPIRAN IV
KERANGKA ALUR PENELITIAN
|
·
Sortasi
basah
·
Cuci
·
Perajangan
·
Destilasi uap air
·
Uji aktivitas antibakteri,
inkubasi selama 24 jam pada suhu 37 ºC dan menghitung zona daya hambat
|
||||
·
Analisis RAL
|
||||||
|
Casino in Virginia: Everything You Need to Know
BalasHapus› gambling › casino-in-virginia › gambling › casino-in-virginia 1 day ago — 1 day ago 양주 출장안마 We have found out everything you need to 수원 출장마사지 know about casino 제주 출장마사지 in Virginia. 경기도 출장마사지 casino in Virginia is the only casino in VA that accepts players 사천 출장안마 from the United States.